', woeid: '', unit: 'f', success: function(weather) { html = '
  • '+weather.city+', '+weather.country+' '+weather.temp+'°'+weather.units.temp+'
  • '; $("#weather").html(html); }, error: function(error) { $("#weather").html('

    '+error+'

    '); } }); }); //]]>

    Header Ads

    Breaking News
    recent

    Ini Pahlawanku Siapa Pahlawanmu ?




    “Ribuan kilo jalan yang kau tempuh.
    Lewati rintang untuk aku, anakmu.
    Ibuku sayang masih terus berjalan.
    Walau tapak kaki penuh darah penuh nanah.
    Seperti udara kasih yang engkau berikan.
    Tak mampu ku membalas, ibu…” (Iwan Fals)

    Susunan kata-kata yang menyentuh. Begitulah kutipan sebuah lagu yang berjudul “Ibu” betapa luar biasanya pengorbanan yang ibu berikan. Tapi kita tidak akan membahas tentang lagu, kali ini kita akan membahas tentang pahlawan. Siapa orang yang menurut anda pantas untuk disebut pahlawan? Soeharto? Soekarno? Sultan Al-Kadrie? Atau presiden kita sekarang, Jokowi ? Tentu saja, setiap orang mempunyai pandangan pahlawan yang berbeda. Ada yang menyanjung Ali bin abi Thalib, Rasulullah, para sahabat dan masih banyak lagi. Tapi mari kita persempit lagi, jika yang saya sebutkan di atas adalah pahlawan yang memang kita hormati, tapi coba kita lihat para pahlawan yang ada disekitar kita. Bukan, saya tidak bermaksud menduakan pengorbanan Nabi Muhammad, perjuangan beliau sudah tidak dapat dibantah lagi. Luar biasa, bukan hanya pantas dianggap sebagai pahlawan, tapi sebagai panutan, junjungan dan puji-pujian yang sudah tidak mampu lagi saya ungkapan.
    Sekali lagi, siapa pahlawan yang sebenarnya ada disekitar anda ? Kalau saya.
    Pertama, Ibu. Kalau saya memanggilnya bukan ibu, tapi emak. Emak saya seseorang yang tidak banyak berbicara, tapi suka bercerita. Ia tidak pernah mengeluh dan tidak pernah marah. Sejak saya kecil, saya belum pernah melihat emak saya marah yang teramat sangat. Seperti ibu-ibu yang biasanya cerewet dan galak, emak saya tidak seperti itu. Kalau marah, ia hanya berbicara sekali dan diam. Tapi langsung terasa sampai ke dalam hati. Melihat wajahnya murung saja, sudah tak tega. Sifat itulah yang dicintai bapak saya. Bapak saya adalah pahlawan kedua setelah emak. Kebalikannya, bapak sangat banyak bicara. Lebih banyak menasehati dan terlihat sedikit galak. Maklum, profesinya guru. Bapak dan emak memiliki kepribadian yang berbeda tapi saling menutupi. Banyak sekali cerita yang sering bapak berikan saat sedang makan bersama. Misalnya dulu saat bapak marah-marah, emak hanya diam dan menunduk.
    “Kalau saja waktu itu emak mu ini malah ngelawan, mungkin bapak makin meledak dan bisa hancur rumah tangga kita. Tapi lihatlah, emakmu ini orangnya sabar. Begitu seharusnya kalian mencari pasangan hidup nanti. Cari yang kalian butuhkan, cari yang bisa menutupi kekurangan kalian.” Atau “Emakmu ini simbol air, nah bapak kalian ini simbol api, bisa padam dengan air.” Bukan, kami bukan keluarga Avatar, tapi memang itulah yang sering bapak ucapkan.
    Perjuangan kedua orang tua saya sangat luar biasa. Dulu, saat saya masih berusia sekian bulan, emak saya sudah ditinggalkan bapak karena bertugas. Emak sendiri yang menemani saya, di desa yang sepi penduduk. Pernah juga bapak saya cerita, dulu bapak saya diberikan amanah untuk menempati sebuah rumah. Rumahnya besar, terbuat dari kayu jati. Disekitarnya terdapat semak-semak, karena memang sudah lama tidak ditempati. Kami pun menetap di sana. Saat itu saya baru berusia sekitar satu tahunan. Malam-malam pertama tidak ada yang aneh. Kata emak saya, rumah itu lumayan seram. Tidak hanya seram dalam artian mistis, tapi terkadang banyak hewan berbisa yang masuk. Misalnya saat di dapur, sering ada kalajengking yang merayap. Atau beberapa ular. Tapi anehnya, mereka hanya berjalan-jalan, tidak mengganggu. Jadi saat itu dibiarkan saja.
    Hal aneh lainnya, rumah itu tidak mempunyai WC. Kalau mau mandi, mungkin orang yang punya rumah berjalan menuju ke sungai. Kalau di daerah hulu, rumah tidak mempunyai WC itu biasa. Tapi untuk rumah yang termasuk besar, itu hal yang aneh.
    Minggu pertama kami tinggal, beberapa penduduk memuji bapak saya. “hebat Bapak ya bisa tinggal di rumah itu.”kata mereka. Atau terkadang malah ada yang berlebihan. Pernah ada seseorang datang pada bapak untuk minta diajarkan ilmu. Bapak pun heran, karena memang ia tidak mempunyai ilmu apapun. Bapak hanya perantau saat itu. Situasi dan kondisi yang dihadapi pun masih cukup asing. Usut punya usut, ternyata rumah itu memang sudah terkenal angker. Sering ada orang yang ditawarkan oleh pemilik rumah untuk menempatinya seperti bapak saya, tapi tidak pernah bertahan. Bapak pun mulai curiga. Laporan-laporan lain pun berdatangan.
    “Pak, saya tau kalian masih muda. Kalau ada persoalan, selesaikan baik-baik. Kasihan anak kalian kan masih kecil.” Kata salah satu tetangga menasehati bapak saya.
    “Iya Pak.”
    “Kalau ada masalah, cerita saja, mungkin saya bisa bantu, jadi kejadian semalam kan tidak terulang lagi.”
    “Semalam?”
    “Iya, maaf, bukan maksud saya mencampuri urusan keluarga bapak, tapi suara bapak dengan istri bapak terdengar sampai ke rumah kami.”
    “Lho, semalam saya baik-baik saja Pak.” Lalu tetangga itu terkejut. Rupanya hampir setiap malam, tetangga sering mendengar suara seperti orang yang sedang berkelahi dari dalam rumah kami. Mereka kira itu adalah bapak dan emak, padahal sama sekali tidak pernah. Bapak pun semakin heran. Tetangga juga sering mendengar seperti ada orang yang sedang mencuci piring tengah malam.
    Puncaknya terjadi. Pada suatu malam, saya menangis sangat kuat. Digendong dan ditimang sedemikian rupa, tetap saja tidak berhenti menangis. Malah hampir habis suara saya. Akhirnya bapak pun membaca beberapa ayat al-quran dan tangisan saya pun reda. Malam besoknya terulang lagi. Kemudian malam besoknya lagi, terus terulang. Emak pun sering memimpikan hal-hal yang buruk.
    Hingga suatu malam, saya menangis lagi seperti malam-malam sebelumnya. Bapak pun menggendong saya dan membaca ayat-ayat al-quran. Setelah itu, saya ditaruh di teras depan, dibiarkan menangis sendiri. Lalu bapak berkata “Kalau mau keluar silahkan keluar. Saya tantang kalian! Ambillah apa yang kalian mau! Lalu pergi, jangan ganggu keluarga kami lagi!” setelah beberapa saat, saya pun berhenti berteriak-teriak, hanya menangis kecil. Dan itu adalah malam terakhir kami ‘diganggu’ oleh ‘penghuni asli’ rumah itu. Seterusnya, bapak saya kembali ke kampung halaman kami di Putussibau, karena pekerjaan mengajarnya di kampung itu telah selesai. Sekarang, rumah itu telah aman dan dihuni, bakhan telah direnovasi.
    Itu hanyalah bagian kecil dari kepahlawanan kedua orang tua saya. Perjuangannya, pengorbanannya dan kasih sayangnya. Yang ketiga adalah nenek. Nenek lah yang menjadi pihak ketiga setelah perhatian bapak dan emak hilang. Maksudnya, kalau saya waktu kecil dimarah oleh bapak dan emak, neneklah yang menjadi tempat singgah.
    Itulah, cerita kecil tentang kedua orang tua saya. Karena menurut saya, tidak ada orang lain dalam hidup saya yang menjadi sosok pahlawan. Ada banyak memang, misalnya guru-guru sekolah, guru ngaji, teman-teman saya, tukang bersih-bersih, keluarga saya, dan orang yang pernah hadir dalam hidup saya tapi yang paling utama adalah bapak dan emak. Karena mereka memberikan saya cerita dan memberikan saya pelajaran tentang hidup. Bahwa hidup itu tidak akan pernah bisa dijalani sendiri, dan kita memang tidak pernah sendiri.
    Lalu, siapakah sosok pahlawan dalam hidup anda ?

    2 comments:

    Powered by Blogger.